Kumpulan Tulisan dan Berita tentang Gerakan Mahasiswa

Monday, February 10, 2003

Eskalasi Unjuk Rasa

Eskalasi Unjuk Rasa
Editorial Harian Pontianak Post, Kalimantan Barat

UNJUK rasa mahasiswa memperlihatkan perubahan arah dan tujuan. Awalnya, aksi-aksi yang melibatkan badan eksekutif mahasiswa (BEM), OKP (organisasi kemahasiswaan pemuda), dan eksponen mahasiswa lain itu hanya memprotes kebijakan pemerintah.

Misalnya, keputusan pemerintah menaikkan harga BBM, tarif dasar listrik (TDL), dan telepon --meski kenaikan yang terakhir ini melalui Menhub Agum Gumelar dinyatakan ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan-- dinilai merugikan masyarakat sehingga didemo agar kenaikan itu dibatalkan.

Belakangan, dengan eskalasi yang terus meningkat, isu yang diusung gerakan mahasiswa bukan lagi penentangan terhadap kenaikan tiga komponen kebutuhan vital publik itu. Tema baru gerakan mereka adalah gagalnya duet kepemimpinan Presiden Megawati-Wapres Hamzah Haz dalam menjalankan pemerintahan dengan benar dan, karena itu, mereka menuntut keduanya mundur.

Perkembangan lebih baru, sebagaimana diberitakan Pontianak Post, gerakan mahasiswa lebih fokus lagi, yakni menargetkan jatuhnya pemerintahan Mega-Hamzah sebelum 2004.

Artinya, Mega-Hamzah tak perlu lagi diberi mosi tidak percaya melalui pemilu -dengan tidak mencoblos PDIP dan PPP-- melainkan harus didongkel di tengah jalan sebelum 2004.

Kita memahami mahasiswa masih merupakan kekuatan politik dan massa yang militan. Mereka sebagai orang muda memiliki semangat dan vitalitas tinggi untuk menciptakan perubahan politik.

Karya terakhir mahasiswa yang patut ditulis sejarah --meski tidak sendirian-- ialah menjatuhkan pemerintahan Presiden Soeharto bersama rezim Orde Baru yang berkuasa 32 tahun pada 21 Mei 1998.

Persoalannya ialah apakah setiap perubahan mendasar di negeri ini harus melalui gerakan di luar parlemen? Melalui aksi massa kaum muda dan jaringan pendukungnya?

Sangat banyak kalangan yang sepakat agar kita bersabar, tidak emosional dan terburu-buru menjatuhkan rezim Mega-Hamzah sebelum periode kekuasaannya berakhir pada 2004.

Benar, aksi mahasiswa cukup berhasil menciptakan perubahan dan melahirkan rezim politik baru. Namun, cara demikian bukanlah pilihan paling tepat. Mengapa? Sebab, jika cara-cara menghentikan kekuasaan rezim yang berkuasa senantiasa melalui aksi di luar parlemen, melalui mosi tidak percaya di luar pemilu, kita selalu berada dalam situasi tidak normal. Selalu menjalani keadaan darurat sehingga harus menempuh cara atau mekanisme darurat pula.

Tetapi, menafikan gerakan mahasiswa merupakan kebodohan yang berlanjut. Sebab, aksi-aksi mereka dalam sejarah negeri ini telah terbukti mendorong perubahan politik, sekaligus melahirkan rezim penguasa baru.

Karena itu, pilihan paling bijaksana ialah merespons gerakan mahasiswa sebelum aksi-aksi mereka menjadi masif dengan eskalasi yang sulit diredam. Perlu tenggang rasa politis untuk mendengarkan tuntutan gerakan mahasiswa. Perlu kesabaran untuk merespons berbagai aksi mereka, betapapun panasnya kecaman, cacian, dan tudingan anak-anak muda itu terhadap penguasa.

Kini eskalasi aksi-aksi mahasiswa mulai membuat kita waswas. Sebab, tingkat pelibatan massa pendukungnya sudah sangat luas dan besar. Karena itu, aksi-aksi tersebut tidak bisa dihadapi dengan cara-cara represif yang sekadar mengatasnamakan hukum. Perlu respons politis untuk membuka ruang lebih terbuka guna mendorong akomodasi yang demokratis.**

Sumber